Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus menyoroti keterlibatan “Partai Cokelat” (Parcok) dalam menyukseskan pemilu sesuai dengan keinginan Presiden ke-7 RI.
MAJALAHTRASS.COM, JAKARTA. : – PARTAI COKLAT, nama itu tiba menyeruak dalam ruang politik tanah air. Jadi buah bibir masyarakat dan topik hangat untuk didiskusikan. Nama itu jadi buah bibir dan bahan pemberitaan oleh banyak media baik dalam maupun luar negeri.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus menyoroti keterlibatan “Partai Cokelat” (Parcok) dalam menyukseskan pemilu sesuai dengan keinginan Presiden ke-7 RI.
Setelah pernyataannya itu, suhu politik negeri ini menghangat dan memanas.
Deddy Sitorus juga menuding Sosok Jokowi yang berada dibelakang Parcok. Menjadikannya instrument perpanjangan tangannya guna mewujudkan keinginannya.
Tidak jauh berbeda, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai keterlibatan institusi Polri dan intervensinya pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 tidak bisa dielakkan.
Menurutnya, institusi di bawah pimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memiliki peluang untuk menentukan kemana Pilkada berjalan.
“Kepolisian punya potensi yang kuat untuk mengarahkan atau melakukan gerakan tertentu yang memungkinkan masyarakat (voter) mengarahkan pilihan pada kandidat tertentu,” ungkap Dedi kepada awak media di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
“Tetapi ini juga sulit terlihat buktinya,” sesalnya menambahkan.
Dedi juga memaparkan tentang kekuatan institusi Polri dalam memobilisasikan anggotanya.
“Mereka (korps kepolisian. red) bisa langsung turun ke akar rumput dan melakukan pendekatan untuk mengarahkan suara pemilih (rakyat) kepada kandidat atau pemimpin tertentu”.
“Kepolisian bisa dengan leluasa menyasar pejabat di setiap tingkat kepemimpinan wilayah, mereka dengan leluasa memulai dari tingkat desa hingga pusat untuk mengarahkan dan menge-set pilihan masyarakatnya,” ujarnya.
Pengarahan ini, ujar Dedi, Namanya saja pemgarahan. Pada kenyataannya jauh berbeda. Pengarahan ini bukan dilakukan secara halus dan santun tetapi dilakukan bersamaan dengan ancaman hukum.
Polri bisa mengerahkan kekuatan mereka dalam memusatkan dukungan kepada pasangan calon pemimpin yang dituju.
“Tentunya dengan serangkaian perangkat dan alat tekanan hukum. Polri bisa dikatakan sukses memusatkan dukungan. dan dipastokan tidak ada masalah berarti dalam pelaksanaannya,” ujarnya seakan melengkapi penjelasannya.
Kembali pada pernyataan panas yang dilontarlan oleh Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus bebetapa wakti lalu.
Secata khusus, Sitorus menyoroti keterlibatan “Partai Cokelat” (Parcok) dalam menyukseskan pemilu sesuai dengan keinginan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
secara terang, Ia menyebut bahwa dengan keterbasannya, menyebabkan Jokowi yang tidak bisa turun langsung untuk mewujudkan keinginannya. Karenanya Jokowi memilih dan menggunakan kekuatan Parcok sebagai instrumen.
“Sudah menjadi pengetahuan publik, sekarang kita mengenal adanya ‘Partai Cokelat’. ‘Partai Cokelat’ sudah menjadi kosa kata baru dalam politik Indonesia. Sudah dibicarakan oleh media masa,” kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
Deddy menjelaskan alasan mengapa pihaknya menyebut institusi Polri sebagai instrumen Jokowi. Hal ini dikarenakan oknum Polisi banyak melibatkan diri di berbagai daerah untuk cawe-cawe di Pilkada Serentak 2024.
“Untuk dipahami dengan jernoh, karena yang dimaksud ‘Partai Cokelat’ ini sudah barang tentu adalah oknum kepolisian. Oknum ini tidak hanya satu orang, tidak juga hanya disatu tempat. Menyebar rata diseluruh titik pelaksanaan PILKADA. Terarah dan fokus. Ciri yang jelas akan adanya sesuatu yang bersifat komando. Dan saya kira pemegang kuncinya adalah Listyo Sigit. Beliau bertanggung jawab terhadap institusi yang dia kendalikannya,” bebernya. **(MDT / Red)