Seorang Kakek Melaporkan ke- Propam Mabes Polri Atas Kesewenang-wenangan Oknum Polres Tanjung Pinang

JAKARTA, majalahtrass.com,- Seorang Kakek namanya Nguan Seng alias Henky (82) didampingi tim kuasa hukum melaporkan oknum di Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang ke Divisi Profesi dan Pengamanan ( Propam ) Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kami datang ke Propam Mabes Polri untuk mengadukan dugaan kesewenang-wenangan oknum tim Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang. Kenapa kami mengatakan demikian, karena klien kami Nguan Seng pada tanggal 19 dan 21 April 2021. Telah terjadinya upaya penjemputan paksa, penjemputan paksa ini dilakukan dengan alasan bahwa akan ada pelimpahan tahap dua,” ucap Herdika Sukma Negara, selaku kuasa hukum Henky, di Propam Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/4/2021).

Read More

Dijelaskannya, Upaya penjemputan tanggal 19 itu tak terealisasi lantaran Henky sakit. Kuasa hukum pun heran lantaran sebelumnya tak ada pemberitahuan. Lalu tanggal 21 kemarin, tim satuan Reserse Kriminal Polres Tanjung Pinang, mengupayakan kembali jemput paksa klien kami dengan alasan yang sama. Klien kami menolak akan tetapi tetap dilakukan dengan paksa walaupun dibawa dengan dibantu kursi roda , atau bahasa kami digendong paksa, dijemput dalam keadaan seperti ini, kemudian dibawa ke kejaksaan,” kata Herdika kuasa hukumnya.

Menurutnya, Tim kuasa hukum menyayangkan atas upaya penjemputan paksa tersebut. Mengingat kliennya dalam keadaan sakit dan mengingat kondisinya sudah lanjut usia ( tua renta ) ini kooperatif dan dipastikan tak mungkin melarikan diri apalagi menghilangkan barang bukti.

“Klien kami ini umurnya 82 tahun, dan kondisi sebelah matanya buta, juga sebelahnya lagi penglihatannya hanya tinggal 50 persen lagi, ditambah klien kami ada penyakit prostat, ia tinggal di rumah berdua dengan istrinya yang umurnya 80 tahun. Mereka menggerebek masuk kedalam menangkap bak seperti penjahat yang membahayakan , seakan-akan klien kami teroris,” imbuhnya lagi.

Namun, kata Herdika, setibanya di Kantor Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang tidak terlihat adanya kehadiran Jaksa Penuntut Umum menanti, serta yang berwenang untuk menerima pelimpahan tahap kedua tersebut. Lalu kemudian, sambung Herdika, kliennya kemudian dibawa kembali ke Kantor Polres Tanjung Pinang.

“Setelah menunggu beberapa lama, pada faktanya, Tim Penyidik Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang menyatakan bahwa Klien kami tidak dibolehkan atau diijinkan untuk kembali ke rumahnya. Atas sangkaan tanpa dikenakan status apapun yang dilakukan atas dasar adanya dugaan perbuatan dengan siasat yang buruk dan tidak berdasar serta bertentangan dengan KUHAP dan Perkap Nomor 6 Tahun 2019,” ungkap Herdika.

Harapannya, Tim kuasa hukum berharap laporan itu diproses oleh Div Propam Mabes Polri. “Kami minta Propam Mabes Polri untuk menindak oknum-oknum Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang agar dapat dibina lebih baik. Kami cinta Polri, kami cinta Propam, kami bangga dengan Polri, tapi okum-oknum ini yang merusak nama besar Polri,” tegas Herdika.

Diberikan sebelumnya, terkait itu, tim kuasa hukum juga menduga terjadinya penyalahgunaan kewenangan oknum Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang terkait penetapan tersangka Henky. Apalagi, ihwal kasus ini adalah perdata terkait hanya jual beli lahan.

“Ini murni perdata, karena yang disengketakan itu lahan, terkait jual beli lahan,” tegas Herdika.

Diceritakan Herdika, berawal saat kliennya melakukan kesepakatan menjual tanah seluas 9 Ha kepada Laurence M. Takke dilakukan dengan mekanisme 2 tahap, yaitu penjualan atas bidang tanah seluas 3 Ha dengan harga yang disepakati adalah sebesar Rp 6.750.000.000 dan tahap kedua atas bidang tanah seluas 6 Ha.

“Terhadap penjualan tahap pertama tersebut maka telah dilakukan jual beli secara tunai menurut hukum tanah nasional dalam hal yang mana klien kami (selaku pemilik bidang tanah dan pihak Penjual) telah menyerahkan hak kepemilikan bidang tanah tersebut kepada Sdr. Laurence M. Takke sebagai pihak Pembeli dan sebaliknya Sdr. Laurence M. Takke telah memberikan uang pembelian sebesar Rp 6.750.000.000 kepada Klien kami sebagai pihak pemilik bidang tanah dan juga sebagai pihak Penjual,” papar Herdika.

Dikatakan Herdika, peristiwa peralihan hak kepemilikan atas bidang tanah dalam proses penjualan tahap pertama dari kliennya selaku sebagai pemilik bidang tanah dan juga sebagai pihak penjual kepada Laurence M. Takke itu dibuktikan dengan adanya bukti Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjung Pinang, Robbi Purba, S.H., M.Kn., dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar dan tercatat.

Sementara terkait proses penjualan tahap kedua atas bidang tanah seluas 6 Ha tersebut telah disepakati belum dapat dilakukan atau direaliasikan antara Henky dengan Laurence M. Takke dikarenakan alasan bahwa masih ada permasalahan yang harus diselesaikan oleh Henky dengan Dahlan yang mengaku sebagai pemilik asal. Terkait persoalan Dahlan itu, kata Herdika, klienny telah mengadukannya ke Polres Tanjung Pinang pada 10 Desember 2019.

“Klien kami berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019),” kata dia.

Terhadap permasalahan terkait lahan 6 Ha itu, kata Herdika, kliennya dan Laurence telah sepakat untuk membuat dan menandatangani suatu kesepakatan bersama secara tertulis dalam Akta Kesepakatan Bersama yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence sebagai pihak kedua atau pihak pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah. Dikatakan Herdika, berdasarkan Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019 tersebut maka belum pernah ada perbuatan penyerahan uang pembelian dari Laurence kepada kliennya untuk penjualan bidang tanah tahap dua seluas 6 Ha, sehingga belum timbul adanya kerugian materiil yang diderita oleh Laurence M. Takke.

Selain itu, ungkap Herdika, Laurence justru melaporkan kliennya ke Kepolisian Resor Tanjung Pinang pada tanggal 20 Agustus 2019, atas dugaan tindak pidana penipuan.Laporan itu kemudian diproses pihak Kepolisian Resor Tanjung Pinang dengan melakukan serangkaian proses pemeriksaan kepada Henky. Pasca pelaporan itu, kata Herdika, pihaknya menduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh tim penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang.

“Telah melakukan serangkaian proses pemeriksaan kepada Klien kami yang diduga terdapat adanya beberapa tindakan penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata dia.

Berselang waktu itu, ungkap Herdika, kliennya justru dijerat jadi tersangka. “Bahwa Tim Penyidik Sat Reskrim Polres Tanjung dalam jangka waku yang sangat singkat, yaitu 3 hari terhitung sejak adanya SPrint Dik Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim sampai dengan adanya Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 telah menetapkan Klien kami sebagai tersangka tanpa melalui adanya proses gelar perkara pra penyidikan,” ungkapnya.

“Bahwa dalam peristiwa yang dilaporkan oleh Laurence M. Takke tersebut tidak didasarkan pada adanya 2 alat bukti minimum yang didukung dengan barang bukti untuk membuktikan secara permulaan mengenai adanya perbuatan pidana dalam peristiwa jual beli bidang tanah antara Klien kami dengan Laurence M. Takke, yang secara yuridis perbuatan jual beli antara Klien kami dengan Laurence M. Takke tersebut adalah murni perbuatan hukum keperdataan dan bukan perbuatan tindak pidana karena tidak pernah didasarkan pada adanya penggunaan nama palsu atau martabat palsu dan juga tidak pernah didasarkan pada adanya tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan dengan tujuan untuk menggerakkan Lawrence M. Takke untuk menyerahkan uang atas bidang tanah seluas 6 Ha tersebut,” ungkap Herdika.

Kejanggalan dan keanehan semakin menjadi lanataran Tim Penyidik Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang tidak pernah memberikan dokumen Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pihak kliennya. Selain itu, kata Herdika, Tim Penyidik Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang memerintahkan secara sepihak kepada kliennya yang saat ini sedang sakit untuk melakukan wajib lapor aneh bukan

“Terhitung sejak ditetapkannya sebagai Tersangka, Tim Penyidik Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang memerintahkan secara sepihak kepada Klien kami untuk melakukan wajib lapor tanpa didasarkan pada adanya dokumen surat perintah wajib lapor secara tertulis yang ditujukan kepada Klien kami dan juga tidak disertai dengan Surat Perintah Penahanan atau Surat Permohonan Penangguhan Penahan atau Pengalihan Jenis Penahanan. Ini sangat aneh dan janggal melihatnya,” kata Herdika.

Diberitakannya, Terkait kasus ini, hingga diturunkan belum ada juga keterangan resmi dari kepolisian, terutama Polres Tanjung Pinang terkait dugaan kriminaliasi dan penyalahgunaan wewenang yang dikenal aparat penegak hukum bekerja sama dengan Mafia Tanah kenapa dibilang Mafia Tanah karena pemilik tanah dilaporkan ke Kepolisian ga masuk akal bener.**rry

Related posts