Resmob Polda Metro Dilaporkan Diduga Back up Mafia Tanah

Majalahtrass.com, JAKARTA — Resmob Polda Metro diduga memback up aksi mafia tanah di DKI Jakarta, Subdit 3 Resmob Polda Metro Jaya telah dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya. Pelaporan tersebut dibuat berdasarkan tindakan Resmob Polda Metro Jaya yang dianggap merugikan ahli waris dan menguntungkan mafia tanah terkait sebidang tanah di daerah Kembangan, Jakarta Barat.

“Subdit 3 (Resmob) telah mengambil alih lahan kita, katanya ada surat SK dari Menteri Pertanahan BPN untuk mengosongkan lahan tersebut, tapi setelah dikosongkan langsung diserahkan ke pihak lain lawan, PT. Proline Finance. Kami menganggap tindakan polisi itu merupakan tindakan premanisme,” ucap kuasa ahli waris, Charles Ingkiriwang saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/3).

Read More

Selain itu, kata Charles, Polda Metro Jaya juga telah menetapkan salah satu dari ahli waris Lie Bok Sie, Damiri H. Sajim sebagai tersangka tanpa dilakukan pemeriksaan terlebih dulu dan dengan dasar bukti palsu yang dbuat oleh mafia tanah. Damiri dijadikan tersangka atas dugaan memasuki lahan perkarangan orang lain. Padahal, tanah yang ditinggalinya adalah miliknya sendiri

“Lanjutnya. Saya sudah tunjukan bahwa sertifikat tersebut sudah dicabut oleh BPN Barat dan Kanwil DKI, tapi polisi nggak mau tahu. Ini mafia tanah, ada putusan pengadilan yang tidak pernah dilakukan persidangan, tapi ada putusan,” ucapnya.

Dari kondisi yang sama, kuasa hukum ahli waris Febriansyah Hakim mengatakan, pihaknya sempat mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Damiri H.Sajim. Namun, di tengah-tengah proses praperadilan Damiri H. Sajim meninggal dunia, karena sejak awal almarhum sudah dalam keadaan sakit, akan tetapi tetap dijemput paksa oleh Resmob Polda Metro Jaya.

“Sangat banyak yang dilanggar oleh pihak Polda Metro, kita adukan ke pihak Dipropam Polda Metro Jaya, Kompolnas, Ombudsman dan sampai hari ini prosesnya terus tetap berjalan. Saya sudah diperiksa, dan sudah memberikan keterangan dan akan dibuatkan lagi keterangan saksi dari kuasa ahli waris,” jelas Febriansyah.

Febriansyah menjelaskan, berawalnya kasus ini bermula almarhum Lie Bok Sie memiliki sebidang tanah di desa Kembangan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang tercatat dalam Girik C Nomor 1970 Blok D.II Persil Nomor 22 atas namanya sendiri. Kemudian beralih kepada ahli waris yaitu Etty Widjaja, Lie Tjie Hian, Damiri H. Sadjim, Lie A Tjun, Anyo, Jaya alias Lie Kun yang berdasarkan surat ketetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 19/PDT/P/1991 tanggal 28 Januari 1991.

Lalu seorang pengacara bernama Herry Thung (almarhum) menawarkan jasa kepada pewaris untuk dibuatkan sertifikat. Namun, justru Herry Thung membuat sertifikat hak guna bangunan bukan hak milik, sebagian tanah tersebut atas nama sendiri dengan luas 4.995 M2 dan atas istrinya, Juliana Wairara seluas 3.000 M2. Herry Thung melakukan penjualan fiktif tanah tersebut kepada sopir atas nama Sony Febrimas dan Herry Thung menjual lagi tanah tersebut kepada PT Anugerah.

Selanjutnya PT. Anugerah meminjam uang ke salah satu perusahan dan kemudian sertifikat tersebut ditembus oleh PT. Proline Finance. Namun PT. Proline Finance tidak bisa melakukan pelelangan tanah tersebut karena masih bersengketa. Dalam perkara ini ahli waris telah memenangkan gugatan dengan kekuatan hukum tetap atau in kracht.

“In kracht berdasarkan putusan pengadilan negeri Jakarta Barat nomor 179/PDT.G/2002/PN.Jkt.Bar tanggal 21 November 2002 Jo putusan pengadilan tinggi DKI Jakarta Nomor 287/PDT/2003/PT.DKI tanggal Desember 2003 Jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 1784 K/PDT/2004 tanggal Juni 2005 Jo Putusan Peninjaun Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 173 PK/PDT/2006 tanggal 9 November 2006,” jelas Febriansyah.**rry

Related posts