
Seorang perempuan korban kekerasan seksual saat melakukan pemeriksaan visum psikiatrikum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang mengalami kesedihan mendalam dan semakin terpuruk dalam kondisi psikis akibat pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh seorang psikolog, Semarang Rabu,(28/6)
MAJALAHTRASS.COM, SEMARANG,–Seorang perempuan korban kekerasan seksual saat melakukan pemeriksaan visum psikiatrikum di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang mengalami kesedihan mendalam dan semakin terpuruk dalam kondisi psikis akibat pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh seorang psikolog.
“Kami mengikuti jadwal pemeriksaan visum psikiatrikum yang dijadwalkan pada hari ini (21/6/2023) berdasarkan konfirmasi dari unit PPA Polda Jateng dan RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang”, ujar pendamping korban.
Saat korban bersama pendamping tiba di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang, Kanit PPA Polda Jateng Kompol Munawwarah bersama dengan Brigpol Sauma Aristi telah menunggu di ruang pendaftaran.
Setelah menyelesaikan administrasi di pendaftaran, korban dan pendamping bersama Kompol Munawwarah, Brigpol Sauma Aristi berjalan menuju ruangan pemeriksaan.
Setelah menunggu beberapa saat di depan ruangan pemeriksaan, kita dipersilahkan masuk ke dalam ruangan oleh perawat. Namun, dokter mengatakan bahwa korban menunggu di luar dulu karena tim dokter membutuhkan waktu bersama petugas dari Polda.
“Saya tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Polda dan tim dokter RSJD, yang pasti mereka membutuhkan waktu yang lebih lama daripada pemeriksaan korban. Polda bersama tim dokter dokter RSJD menghabiskan waktu kurang lebih sekitar 90 menit. “, Ujarnya
Setelah petugas dari Polda keluar dari ruangan, selanjutnya korban di minta masuk dan tanpa didampingi.
“Pemeriksaan korban hanya berjalan sebentar, kemudian saya diminta masuk ruangan. Namun, di ruangan tersebut hanya ada dr. Rilla Fiftina Hadi, SpKj. “, Tambahnya
Korban berada di ruangan yang berbeda bersama psikolog, Ibu Hamargomurni, S.Psi.
“Saat saya masih diwawancara oleh dr Rilla, korban diantar oleh Ibu Murni ke ruangan kami tersebut, dan beliau mengatakan sudah selesai. Sesi saya bersama Ibu dr Rilla juga selesai, kemudian saya dan korban keluar dari ruangan.”, Ungkapnya
Saat keluar dari ruangan pemeriksaan, korban semestinya menuju poli dewasa untuk pengobatan. Namun, ternyata dokter yang merawat sedang dinas luar sehingga korban tidak jadi menjalani pengobatan.
Dalam perjalanan pulang, korban hanya diam saja.
Setibanya di rumah korban menghubungi direktur LRC-KJHAM, Ibu Yaya dan Kak Seto, menangis menceritakan apa yang dialami dan dirasakannya saat pemeriksaan hari ini.
“Korban menangis sesenggukan saat berbicara di telepon kepada Ibu Yaya dari LRC-KJHAM dan Kak Seto.”, Ungkapnya
Korban mengalami kesedihan mendalam bahkan semakin terpuruk dan tenggelam dalam traumanya, ternyata karena Ibu Murni memberikan perkataan-perkataan yang membuat kondisi psikisnya semakin down dan drop.
“Perempuan korban kekerasan seksual itu butuh dikuatkan psikisnya. Layanan psikologis ya tujuannya untuk menguatkan korban agar korban bisa pulih dan lebih kuat untuk bisa memperjuangkan hak-haknya.” Ujar Ibu Nihayatul dari LRC-KJHAM
“Psikolog mana yang mengucapkan hal-hal seperti itu kepada korban. Kita upayakan saja agar kasus ini dibawa ke Mabes Polri, sebab di Polda Jateng sampai saat ini belum menunjukkan progres. Saat ini kita menunggu jadwal dari Kanit PPA Mabes Polri.” Ujar Kak Seto
“Kami segera melakukan konfirmasi kepada pihak RSJD atas hal yang dialami oleh korban. Kita menghubungi pihak RSJD dan mencoba menghubungi Ibu Murni via telefon. Namun, Ibu Murni menyampaikan lebih baik nanti saya jelaskan secara langsung saat pemeriksaan selanjutnya. Akan tetapi, sampai hari ini (27/3/2023), terjadwal pemeriksaan selanjutnya atas korban, ibu Murni tidak ada menemui kita.”, Ujarnya
Pendamping melakukan klarifikasi dengan meminta nomor handphone Ibu Murni kepada AKP Heri, Kompol Munawwarah dari unit PPA Polda Jateng. Pendamping juga melakukan klarifikasi dengan Humas RSJD melalui telefon dan disambungkan dengan Pak Roy.
Pendamping diminta hadir di RSJD pada hari Jumat (23/6/2023) pada sekitar Pkl 08.00 pagi.
“Pertemuan ini hanya dihadiri oleh Pak Roy dan Ibu Ririn dari Humas RSJD sedangkan Ibu Murni justru tidak hadir dalam pertemuan. Melalui komunikasi di telefon, Pak Roy sebelumnya menyampaikan akan memfasilitasi pertemuan pendamping korban dengan Ibu Murni untuk klarifikasi. Namun, pada hari pertemuan, ibu Murni tidak hadir. Ibu Ririn menyampaikan maaf apabila ada kata-kata yang salah dari tenaga kesehatan kami. Kami pendamping minta ibu Murni untuk menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada korban tidak diwakili oleh humas. Sebab perkataannya tidak lazim seolah-olah seperti seorang penyidik. Padahal kan layanan psikologis adalah layanan pemulihan psikis korban bukan malah mengatakan minimnya bukti, jangan mau dipengaruhi oleh keluarga, jangan hanya berpikir supaya pelaku dihukum seberat-beratnya dan perkataan-perkataan lainnya yang membuat kondisi psikis korban semakin terpuruk.”, Ungkapnya
Bahkan sampai berita ini diterbitkan, dari RSJD juga belum ada tindakan follow up yang dikonfirmasikan kepada kami. Setiap kali dihubungi ke pihak RSJD, seperti menghindar dengan berbagai alasan sedang rapat atau ada tugas luar kota.
Padahal pendamping sudah berkali-kali menghubungi pihak RSJD untuk mengklarifikasi. Namun, sampai saat ini dari Ibu Murni belum ada klarifikasi secara langsung.
“Perkataan-perkataan Ibu Murni sebagai seorang psikolog justru bukan membuat korban semakin pulih dan kuat, malahan membuat korban semakin down, drop dan terpuruk dalam kesedihan. Sebagai seorang psikolog pasti sangat mengetahui bahwa korban sebagai kelompok rentan. Bukannya memulihkan dan menguatkan psikis korban malah membuat semakin terpuruk dan menangis.”, Ungkapnya.
Pendamping juga mencoba berdiskusi dengan seorang psikolog pendamping korban kekerasan seksual sekaligus Dewan Pengawas Psikolog di Provinsi Sumatera Utara, Mestika Retina Tampubolon, S.Psi .
“Perkataan demikian tidaklah semestinya disampaikan oleh seorang psikolog yang seharusnya memberikan dukungan kepada korban sebagai kelompok rentan agar tetap kuat memperjuangkan hak-haknya, bukannya malah membuat korban semakin drop. Laporkan saja terlebih dahulu ke Dewan Pengawas HIMPSI Jawa Tengah. Apabila tidak ada respon, dapat dilakukan laporan ke Pengurus Pusat HIMPSI”, Ujar Ibu Mestika.
Kondisi seperti ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dan sungguh-sungguhnya kita semua sebagai pendamping dan juga para penegak hukum dalam penanganan perempuan sebagai korban kekerasan seksual.
Semua elemen harus berperan aktif dalam memperjuangkan keadilan bagi perempuan dan anak sebagai korban kekerasan.
Kepolisian sebagai pintu gerbang pertama dalam perjuangan keadilan dan penegakan hukum. Para pendamping sebagai sahabat korban dalam memperjuangkan keadilan dan hak-haknya. Rumah Sakit dan layanan Psikologis dalam pemulihan psikis dan memberikan kekuatan kepada perempuan korban kekerasan seksual. Bahkan nantinya dikejaksaan maupun persidangan, semua instansi ini berperan dalam pemulihan korban dan perjuangan keadilan atas hak-haknya.
“Kami akan mengupayakan langkah-langkah selanjutnya apabila tidak ada klarifikasi permintaan maaf kepada korban. Kami akan mengirimkan surat kepada HIMPSI Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Menteri Kesehatan dan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Kami sudah memberikan waktu 2 x 24 jam sejak pertemuan dengan Humas RSJD.”, Ujar pendamping.**F01 (Red)






























