Berawal. Polda Sumbar mengungkap dan merilis kasus mafia tanah yang melibatkan empat komplotan pada,Rabu (24/6/2020) di Mapolda Sumbar tahun lalu
JAKARTA, majalahtrass.com,- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berhasil membongkar mafia tanah di beberapa kawasan.
Hingga, ada keterlibatan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN).
BPN merupakan lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat kepemilikan atas tanah.
Demikian diucapkan Kepala Unit (Kanit) 5 Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri AKBP Kristinatara Wahyuningrum dalam diskusi virtual, Jumat (12/03/2021).
“Sertifkat tidak muncul kalau tidak ada persetujuan BPN yang menerbitkan sertifikat tersebut, sehingga inilah, yang kemudian menjadi pemicu dari adanya mafia tanah,” ucap Kristina.
Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) seharusnya lebih selektif karena punya data fisik dan data yuridis dari tanah yang tentunya tidak akan serta merta membuat atau menerbitkan sertifikat seenaknya dan sembarangan.
Bukan hanya oknum BPN saja, termasuk intansi terkait ,oknum pemerintahan lainnya yang ikut terlibat dalam praktik ilegal ini pejabat lurah, dan camat.
Praktek mafia tanah Ini terkoordinir secara struktur organisasi merupakan Pemerintahan terendah yang selalu dekat dengan masyarakat dan selalu berhubungan.
Berawalnya praktek mafia tanah ini berjalan, dari mereka bekompromi dan kesepakatan , maka menjadi celah bagi mafia tanah dengan leluasa mengembangkan bisnis terlarangnya.
“Terjadi penyebabnya karena mental oknum aparat pemerintah atau penegak hukum yang mudah untuk diajak kompromi atau KKN,” jelasnya.
Lanjut. Dia mengakui, praktik mafia tanah sejatinya merupakan salah satu tindak pidana yang sudah sering terjadi dan sudah sejak lama melakukan praktik mafia tanah tersebut.
Penyebab lain maraknya praktik mafia ini karena kenaikan harga tanah yang terjadi setiap tahun.
Adanya peluang dan dengan potensi keuntungan yang besar tentu saja menarik para oknum yang terkait menjalankan bisnis terlarang ini.
Ini disebabkan. Adanya kesempatan dan banyaknya celah terutama soal lemahnya regulasi dan administrasi pertanahan sehingga dapat dimanfaatkan mafia untuk menjalankan aksinya.
Bareskrim Mabes Polri Kanit 5 Dittipidum AKBP Kristinatara Wahyuningrum, juga menyebut pemicu lainnya yakni banyaknya proyek pemerintah yang mengharuskan pembebasan lahan masyarakat dengan konsep ” GANTI UNTUNG” bukan ganti rugi menguntungkan masyarakat.
“Coba kita lihat pada waktu lalu, ketika ada proyek pembuatan Banjir Kanal Timur (BKT) begitu banyaknya terjadi peristiwa dan tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang saya kategorikan mereka adalah sebagai mafia tanah,” jelas Krisna.**rry