Majalahtrass.com,- Berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang membatalkan surat dakwaan terhadap 13 perusahaan manajemen investasi (Tipikor) dalam kasus korupsi Jiwasraya dianggap menjadi bukti ketidakprofesionalan jaksa.
Menurut, pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar, mengungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak teliti dalam memisahkan antara pelaku satu perkara dengan perkara lainnya.
“Menurunnya kualitas kejaksaan, terlihat gambaran dari putusan yang menyebutkan bahwa ada pencampuran perkara yang berlainan dalam satu perkara,” ujar Fickar kepada wartawan, Selasa (17/8/2021).
Menurutnya, Fickar mengatakan sudah seharusnya ketidakprofesionalan jaksa itu mendapat perhatian serius Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Karena justru kejaksaan lah sebagai pimpinan penyelesaian perkara pidana, plurium litis,” jelas dia.
Hal serupa disampaikan pengamat kejaksaan Kamilov Sagala. Dia menilai putusan majelis menunjukkan kualitas kejaksaan yang menurun, yang menurutnya sudah sering terjadi sejak lama.
Seharusnya, ucap dia, kualitas sumber daya manusia di kejaksaan lebih ditingkatkan apalagi seiring meningkatnya renum atau penghargaan atas kinerja korps Adhyaksa.
“13 identitas itu (manajer investasi) jelas berbeda satu sama lain, kok (dalam surat dakwaan) jadi satu? Terkesan ambil jalan mudah saja, atau memang timnya tidak memahami secara detail kasusnya. Atau ini salah satu modus jaksa menjebak hakim sehingga memutuskan sesuatu yang keliru?” Ucap Kamilov bertanya .
Terkait hal itu, Kamilov menganggap jaksa kurang teliti dan cakap dalam menyusun dakwaan. Karena lumrahnya, selain bukti-bukti, dakwaan disusun berdasarkan strategi-strategi atau masing-masing dakwaan berdasarkan strategi-strategi tertentu.
“Tetapi kejadian ini menunjukan kinerja Jaksa gagal dan tentu para hakim dengan jam terbangnya tinggi dengan mudah dapat mengetahui dan menyadari hal-hal seperti itu. Semoga semua penegak hukum bekerja dengan hati nurani kebenaran yang hakiki,” terang dia.
Mantan Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen merasa malu dengan kekalahan jaksa di persidangan tersebut. Dia menyebutkan jaksa penuntut umum dalam kasus Jiwasraya telah bertindak ceroboh.
“Di mana lagi letak profesionalisme kejaksaan? Sudah jelas perkara satu dengan lainnya tak ada kaitan sama sekali kenapa perkaranya digabung. Ini jelas, kapasitas hakim mengabulkan eksepsi adalah hal yang tepat,” jelasnya.
“Saya tidak tahu apakah proses penyelesaian penyidikan dan pra penuntutan yang selama ini dipegang teguh sebagai acuan dalam proses tersebut masih berlaku atau sudah tidak lagi diperlukan. Padahal perkara ini termasuk perkara penting dan menarik perhatian masyarakat,” ucapnya lagi.
Menurutnya, atas persoalan itu, Halius pun meminta Jaksa Agung memerintahkan eksaminasi.
“Saya kira Jaksa Agung perlu memerintahkan eksaminasi agar semua pejabat kejaksaan bisa mempertanggung jawabkan tupoksinya. Jaksa itu een en ondeelbaar, satu dan tak terpisahkan, saya harap Jaksa Agung ingat itu. Kasus ini seperti mengamini hasil survei yang mengatakan kinerja kejaksaan kian buruk,” ucapnya.
Diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membatalkan surat dakwaan terhadap 13 perusahaan manajemen investasi yang awalnya didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan transaksi pembelian dan penjualan instrumen keuangan pada reksadana milik Jiwasraya selama periode 2008-2018.
“Mengadili, menerima keberatan atau eksepsi tentang penggabungan berkas perkara terdakwa 1, 6, 7, 9, 10, 12. Menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut,” kata ketua majelis hakim IG Eko Purwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (16/8/2021) malam.
Majelis hakim terdiri dari IG Eko Purwanto selaku ketua majelis hakim dengan anggota majelis yaitu Rosmina, Teguh Santosa, Sukartono dan Moch Agus Salim.
Eksepsi atau nota keberatan diajukan oleh 6 perusahaan investasi yaitu PT. Dhanawibawa Manajemen Investasi yang saat ini bernama PT Pan Arcadia Capital, PT. MNC Asset Management yang sebelumnya bernama PT. Bhakti Asset Management, PT. Maybank Asset Management, yang sebelumnya bernama PT GMT Aset Manajemen atau PT Maybank GMT Asset Management, PT. Jasa Capital Asset Management yang sebelumnya bernama PT. Prime Capital, PT. Pool Advista Aset Manajemen yang sebelumnya bernama PT. Kharisma Asset Management dan PT. Treasure Fund Investama.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai bahwa perkara ke-13 perusahaan investasi tidak berhubungan satu sama lain sehingga akan menyulitkan majelis hakim untuk menilai perbuatan masing-masing terdakwa.**rry